Fikih Puasa Ringkas (full)


Puasa dalam bahasa
Arab disebut dengan
“shaum”. Shaum secara
bahasa bermakna imsak
(menahan diri) dari
makan, minum,
berbicara, nikah dan berjalan. Sedangkan
secara istilah shaum bermakna menahan
diri dari segala pembatal dengan tata cara
yang khusus.
Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap
muslim yang baligh (dewasa), berakal,
dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan
mukim (tidak melakukan safar/perjalanan
jauh). Yang menunjukkan bahwa puasa
Ramadhan itu wajib adalah dalil Al Qur’an,
As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama
(ijma’ ulama).
Syarat Wajib dan Sahnya Puasa
Puasa diwajibkan bagi orang:
(1) islam, (2)
berakal, (3) sudah baligh , dan (4)
mengetahui akan wajibnya puasa.
Sedangkan syarat sahnya puasa ada dua,
yaitu: (1) Dalam keadaan suci dari haidh
dan nifas. (2) Berniat.
Niat merupakan syarat sah puasa karena
puasa adalah ibadah sedangkan ibadah
tidaklah sah kecuali dengan niat. Dalil dari
hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Sesungguhnya setiap amal itu
tergantung dari niatnya” (HR. Bukhari dan
Muslim). Namun, perlu diketahui
bahwasanya niat tersebut bukanlah
diucapkan (dilafadzkan). Karena yang
dimaksud niat adalah kehendak untuk
melakukan sesuatu dan niat letaknya di
hati . Semoga Allah merahmati An Nawawi –
ulama besar dalam Syafi’iyah- yang
mengatakan, “Tidaklah sah puasa
seseorang kecuali dengan niat. Letak niat
adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk
diucapkan. Masalah ini tidak terdapat
perselisihan di antara para
ulama.” (Rowdhotuth Tholibin, 1: 268).
Kemudian niat ini harus ada sebelum fajar
karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang tidak berniat
sebelum fajar, maka tidak ada puasa
untuknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan
Nasa’i. Shahih)
Rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama,
rukun puasa adalah menahan diri dari
berbagai pembatal puasa mulai dari terbit
fajar (yaitu fajar shodiq) hingga
terbenamnya matahari . Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala, “Dan
makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah:
187). Yang dimaksud dari ayat adalah,
terangnya siang dan gelapnya malam dan
bukan yang dimaksud benang secara hakiki.
Sunnah Puasa
1. Makan sahur dan mengakhirkannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Makan sahurlah karena
sesungguhnya pada sahur itu terdapat
berkah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Anas, dari Zaid bin Tsabit, ia berkata,
“Kami pernah makan sahur bersama Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian
kami pun berdiri untuk menunaikan shalat.
Kemudian Anas bertanya pada Zaid,
”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh
dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar
membaca 50 ayat” (HR. Bukhari dan
Muslim)
2.Menyegerakan waktu berbuka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Manusia akan senantiasa
berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
3.Meninggalkan berkata sia-sia dan berkata
kotor
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Manusia akan senantiasa
berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari)
4. Memperbanyak ibadah dan sedekah di
bulan Ramadhan
Ibnul Qayyimrahimahullah mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih
banyak melakukan kebaikan di bulan
Ramadhan. Beliau memperbanyak sedekah,
berbuat baik, membaca Al Qur’an, shalat,
dzikir dan i’tikaf.” (Zaadul Ma’ad, 2: 25)
Pembatal puasa
1.Makan dan minum dengan sengaja
2. Muntah dengan sengaja. Dalam hadits
disebutkan, “Barangsiapa yang dipaksa
muntah sedangkan dia dalam keadaan
puasa, maka tidak ada qodho’ baginya.
Namun apabila dia muntah (dengan
sengaja), maka wajib baginya membayar
qodho’.” (HR. Abu Daud. Shahih)
3. Keluar mani dengan sengaja. Dalam
hadits qudsi disebutkan, “(Allah Ta’ala
berfirman): ketika berpuasa ia
meninggalkan makan, minum dan syahwat
karena-Ku” (HR. Bukhari). Mengeluarkan
mani dengan sengaja termasuk syahwat,
sehingga termasuk pembatal puasa
sebagaimana makan dan minum.
4. Jima’ (berhubungan intim) di siang hari
saat puasa
Hal-hal yang dibolehkan ketika puasa
1. Mendapati waktu fajar dalam keadaan
junub
2. Bersiwak ketika berpuasa
3. Berkumur-kumur dan memasukkan air ke
dalam hidung asal tidak berlebihan
4. Bercumbu dan mencium istri selama
aman dari keluarnya mani
5. Bekam dan donor darah jika tidak
membuat lemas
6. Mencicipi makanan selama tidak masuk
dalam kerongkongan
7.Bercelak dan tetes mata
8. Mandi dan menyiramkan air di kepala
untuk membuat segar
Yang mendapat keringanan tidak
berpuasa
1.Orang sakit ketika sulit berpuasa dan
punya kewajiban mengqodho’ puasa
nantinya.
2.Orang yang bersafar ketika sulit berpuasa
dan punya kewajiban mengqodho’ puasa
nantinya.
3. Orang yang sudah tua renta dan dalam
keadaan lemah, juga orang sakit yang tidak
kunjung sembuh. Dan jika tidak berpuasa,
mereka wajib menunaikan fidyah
sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan
wajib bagi orang-orang yang berat
menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu):
memberi makan seorang miskin.” (QS. Al
Baqarah: 184)
4. Wanita hamil dan menyusui. Dalam
hadits Anas bin Malik disebutkan,
“Sesungguhnya Allah meringankan separuh
shalat dari musafir, juga puasa dari wanita
hamil dan menyusui.” (HR. An Nasai dan
Ahmad. Hasan). Al Jashshosh rahimahullah
menjelaskan, “Keringanan separuh shalat
tentu saja khusus bagi musafir. Para ulama
tidak ada beda pendapat mengenai wanita
hamil dan menyusui bahwa mereka tidak
dibolehkan mengqoshor shalat. ...
Keringanan puasa bagi wanita hamil dan
menyusui sama halnya dengan keringanan
puasa bagi musafir. ... Dan telah diketahui
bahwa keringanan puasa bagi musafir yang
tidak berpuasa adalah mengqodhonya,
tanpa adanya fidyah. Maka berlaku pula
yang demikian pada wanita hamil dan
menyusui. Dari sini juga menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan antara wanita
hamil dan menyusui jika keduanya khawatir
membahayakan dirinya atau anaknya (ketika
mereka berpuasa) karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri tidak merinci hal
ini.” (Ahkamul Qur’an, 1: 224)
Semoga panduan singkat ini bermanfaat.
Wallahu waliyyut taufiq. [Riyadh, KSA 4
Sya’ban 1433 H]
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.remajaislam.com


Posting Komentar untuk "Fikih Puasa Ringkas (full)"