Fatwa Seputar Mengucapkan Selamat Hari Natal ( Ulama Saudi dan MUI )
Apakah sobat muslim pernah mendengar ucapan "Selamat Hari Natal" dari seorang muslim?
Pasti jawabannya "Iya", mungkin sering, apalagi bila kita lihat di Televisi, tanpa malu-malu para artis ( yang sebagian besar muslim ) mengucapkan perkataan ini, bahkan memakai atribut-atribut sebagai pelengkap dari perayaan hari natal. Simbol-simbol natal-pun ikut menghiasi acara-acara televisi seperti pohon cemara, topi natal,dsb. Menyedihkan memang, untuk mendapatkan sedikit rupiah di gadailah aqidah.
Perlu sobat muslim ketahui, bahwa Hukum Mengucapkan Selamat Hari Natal telah mendapatkan perhatian khusus dari para Ulama, baik Ulama yang di Saudi Arabia maupun di Indonesia. Mari kita baca beberapa Fatwa Ulama yang sedikit dapat kita nukilkan :
Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)
Pasti jawabannya "Iya", mungkin sering, apalagi bila kita lihat di Televisi, tanpa malu-malu para artis ( yang sebagian besar muslim ) mengucapkan perkataan ini, bahkan memakai atribut-atribut sebagai pelengkap dari perayaan hari natal. Simbol-simbol natal-pun ikut menghiasi acara-acara televisi seperti pohon cemara, topi natal,dsb. Menyedihkan memang, untuk mendapatkan sedikit rupiah di gadailah aqidah.
Perlu sobat muslim ketahui, bahwa Hukum Mengucapkan Selamat Hari Natal telah mendapatkan perhatian khusus dari para Ulama, baik Ulama yang di Saudi Arabia maupun di Indonesia. Mari kita baca beberapa Fatwa Ulama yang sedikit dapat kita nukilkan :
- Fatwa Ulama Besar Saudi Arabia
Berikut adalah fatwa ulama besar Saudi Arabia, Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin rahimahullah, dari kumpulan risalah (tulisan) dan fatwa beliau (Majmu’ Fatawa wa Rosail Ibnu ‘Utsaimin), 3/28-29, no. 404.
Beliau rahimahullah pernah ditanya,
“Apa hukum mengucapkan selamat natal (Merry Christmas) pada orang kafir (Nashrani) dan bagaimana membalas ucapan mereka? Bolehkah kami menghadiri acara perayaan mereka (perayaan Natal)? Apakah seseorang berdosa jika dia melakukan hal-hal yang dimaksudkan tadi, tanpa maksud apa-apa? Orang tersebut melakukannya karena ingin bersikap ramah, karena malu, karena kondisi tertekan, atau karena berbagai alasan lainnya. Bolehkah kita tasyabbuh (menyerupai) mereka dalam perayaan ini?”
Beliau rahimahullah menjawab:
Memberi ucapan Selamat Natal atau mengucapkan selamat dalam hari raya mereka (dalam agama) yang lainnya pada orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya. Banyak orang yang kurang paham agama terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu, barangsiapa memberi ucapan selamat pada seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau kekufuran, maka dia pantas mendapatkan kebencian dan murka Allah Ta’ala.” –Demikian perkataan Ibnul Qoyyim rahimahullah-
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita tangkap bahwa mengucapkan selamat pada hari raya orang kafir adalah sesuatu yang diharamkan. Alasannya, ketika mengucapkan seperti ini berarti seseorang itu setuju dan ridho dengan syiar kekufuran yang mereka perbuat. Meskipun mungkin seseorang tidak ridho dengan kekufuran itu sendiri, namun tetap tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk ridho terhadap syiar kekufuran atau memberi ucapan selamat pada syiar kekafiran lainnya karena Allah Ta’ala sendiri tidaklah meridhoi hal tersebut. Allah Ta’ala berfirman,
إِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (Qs. Az Zumar [39]: 7)
Allah Ta’ala juga berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Qs. Al Maidah [5]: 3)
- FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA
Menimbang:
1) Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
2) Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan ibadahnya dengan Aqidah dan ibadah agama lain.
3) Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT.
4) Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di
Indonesia.
Meneliti kembali: Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13:
2. Al-Qur’an surat Lukman ayat 15:
3. Al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8:
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
1. Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1 – 6:
2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 42:
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Maryam ayat 30 - 32:
2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 285:
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 72:
2. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 73:
3. Al-Qur’an surat At Taubah ayat 30
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya(Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak. Hal itu berdasarskan atas Al-Quran surat Al-Maidah ayat 116 – 118:
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas Al-Qur’an surat Al-Ikhlas:
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah
SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:
1. Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir:
2. Kaidah Ushul Fikih
Majelis Ulama Indonesia memfatwakan:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Jakarta,
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA
INDONESIA
Ketua
Sekretaris
(K.H. SYUKRI GHOZALI)
(DRS. H. MAS’UDI)
***
1) Ummat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.
2) Ummat islam agar tidak mencampur-adukkan Aqidah dan ibadahnya dengan Aqidah dan ibadah agama lain.
3) Ummat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah SWT.
4) Tanpa mengurangi usaha ummat Islam dalam Kerukunan Antar Ummat Beragama di
Indonesia.
Meneliti kembali: Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:
A) Bahwa ummat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan ummat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13:
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu sekalian dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu sekalian
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah
orang yang paling
bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”
2. Al-Qur’an surat Lukman ayat 15:
”Dan jika kedua orang
tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak ada
pengetahuan tentang ini, maka janganlah kamu mengikutinya, dan pergaulilah
keduanya di dunia ini dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku, kemudian kepada Ku-lah
kembalimu, maka akan Ku-beritakan kepada-mu
apa yang telah kamu kerjakan”.
3. Al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8:
”Allah tidak melarang kamu (ummat Islam) untuk berbuat baik dan
berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu
karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
B) Bahwa ummat Islam tidak boleh mencampur-adukkan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:
1. Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1 – 6:
”Katakanlah
hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang
aku sembah. Untukmulah agamamu
dan untukkulah agamaku”.
2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 42:
”Janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan
yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu
mengetahuinya”.
C) Bahwa ummat Islam harus mengakui ke-Nabian dan ke-Rasulan Isa Almasih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Maryam ayat 30 - 32:
”Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberikan Al
Kitab(Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang
yang diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan
shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup (Dan
Dia memerintahkan aku)
berbakti kepada ibuku (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong
lagi celaka.”
2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 285:
”Rasul (Muhammad) telah beriman kepada Al-Quran yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah,
Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-rasul-Nya (Mereka mengatakan):
Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari
Rasul-rasul-Nya dan mereka mengatakan: Kami mendengar dan kami taat. (Mereka
berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.
D) Bahwa barangsiapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih dari satu, Tuhan itu mempunyai anak dan Isa Almasih itu anaknya, maka orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas:
1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 72:
”Sesungguhnya telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya
Allah itu ialah Almasih putera Maryam. Pada hal Almasih sendiri berkata: Hai
Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan
kepadanya sorga dan tempatnya ialah neraka, tidak adalah bagi orang zalim itu
seorang penolong pun”.
2. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 73:
”Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: Bahwa Allah itu
adalah salah satu dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), pada hal sekali-kali
tidak ada Tuhan selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak
berhenti dari apa
yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang
pedih”.
3. Al-Qur’an surat At Taubah ayat 30
”Orang-orang Yahudi
berkata” Uzair itu anak Allah, dan orang-orang Nasrani berkata Almasih itu anak
Allah. Demikian itulah ucapan dengan mulut mereka, mereka meniru
ucapan/perkataan orang-orang kafir yang terdahulu, dilaknati Allah mereka,
bagaimana mereka sampai berpaling”.
E) Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya agar mereka mengakui Isa dan Ibunya(Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab: Tidak. Hal itu berdasarskan atas Al-Quran surat Al-Maidah ayat 116 – 118:
”Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: Hai Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia (kaummu): Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan
selain Allah? Isa menjawab: Maha Suci Engkau (Allah),tidaklah patut bagiku
mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya).Jika aku pernah mengatakannya
tentu Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku
sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya
Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Akut tidak pernah mengatakan kepada
mereka kecuali apa yangEngkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu:
Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama
aku berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkat wafatkan aku. Engkau
sendirilah yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas
segala sesuatu. Jika Engka menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba-Mu dan jika Engka mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Maha
Kuasa lagi Maha Bijaksana.
F) Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu hanya satu, berdasarkan atas Al-Qur’an surat Al-Ikhlas:
”Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung
kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak seorang
pun/sesuatu pun yang setara dengan Dia”.
G) Islam mengajarkan ummatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah
SWT serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas:
1. Hadits Nabi dari Nu’man bin Basyir:
”Sesungguhnya
apa-apa yang halal itu telah jelas dan apa-apa yang harampun telah jelas, akan
tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (sebagian halal, sebagian
haram), kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barangsiapa yang
memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan
kehormatannya, tetapi barangsiapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah
jatuh kepada yang haram, misalnya semacam orang yang menggembalakan binatang di
sekitar daerah larangan maka mungkin sekalin binatang makan di daerah larangan
itu.Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa
larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram
jangan didekati)”.
2. Kaidah Ushul Fikih
”Menolak kerusakan-kerusakan
itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahan (jika tidak demikian
sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mushalihnya tidak
dihasilkan)”.
Majelis Ulama Indonesia memfatwakan:
1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa as, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
3. Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu Wata’ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan perayaan Natal.
Jakarta,
KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA
INDONESIA
Ketua
Sekretaris
(K.H. SYUKRI GHOZALI)
(DRS. H. MAS’UDI)
***
- Majlis Ulama Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Jalan Medan Merdeka Selatan 8-9 Jakarta Blok G
Lantai I Telp. 358521,
370909, 370909 Pes. 128
SERUAN MAJELIS ULAMA
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Kepada Ummat Islam DKI Jakarta Dalam menghadapi
Hari Natal
Memperhatikan pertanyaan-pertanyaan dan permintaan fatwa dari
masyarakat kepada Majelis Ulama Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka
memantapkan pelaksanaan P-4, khususnya Sila pertama serta guna memelihara aqidah
Ummat Islam, dengan berdasarkan kepada ketentuan
Al-Qur’an dan As-Sunnah
serta Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: MMA/432/1981 perihal
Penyelenggaraan Peringatan Hari-Hari Besar Keagamaan tanggal 2 September 1981,
maka dengan bertawakal kepada Allah SWT. Majelis Ulama Daerah Khusus Ibukota
Jakarta menyampaikan Seruan kepada Ummat Islam Ibukota dalam menghadapi
peringatan hari Natal sebagai berikut:
1. Peringatan hari Natal adalah termasuk hari besar keagamaan bagi agama Kristen (Protestan) dan Katholik. Oleh karena itu, peringatan hari Natal hanya diselenggarakan dan dihadiri oleh para pemeluk agama yang bersangkutan.
2. Dalam rangka menghormati pemeluk agama Kristen (Protestan) dan Katholik dalam merayakan hari Natal, hendaknya Ummat Islam dapat tetap memelihara aqidah/ajaran agama Islam, dengan menghindari dari perbuatan-perbuatan/ tindakan-tindakan yang bertentangan dengan aqidah/ajaran agama Islam.
3. Ummat Islam tidak dapat dibenarkan mengikuti peringatan hari Natal,atau ikut serta dalam pelaksanaannya sepanjang didalamnya ada unsur peribadatan seperi pujian/nyanyian/paduan suara, do’a, pembacaan Al-kitab, Khotbah/renungan, dan lain-lain.
Lantai I Telp. 358521,
370909, 370909 Pes. 128
SERUAN MAJELIS ULAMA
DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA
Kepada Ummat Islam DKI Jakarta Dalam menghadapi
Hari Natal
Memperhatikan pertanyaan-pertanyaan dan permintaan fatwa dari
masyarakat kepada Majelis Ulama Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam rangka
memantapkan pelaksanaan P-4, khususnya Sila pertama serta guna memelihara aqidah
Ummat Islam, dengan berdasarkan kepada ketentuan
Al-Qur’an dan As-Sunnah
serta Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor: MMA/432/1981 perihal
Penyelenggaraan Peringatan Hari-Hari Besar Keagamaan tanggal 2 September 1981,
maka dengan bertawakal kepada Allah SWT. Majelis Ulama Daerah Khusus Ibukota
Jakarta menyampaikan Seruan kepada Ummat Islam Ibukota dalam menghadapi
peringatan hari Natal sebagai berikut:
1. Peringatan hari Natal adalah termasuk hari besar keagamaan bagi agama Kristen (Protestan) dan Katholik. Oleh karena itu, peringatan hari Natal hanya diselenggarakan dan dihadiri oleh para pemeluk agama yang bersangkutan.
2. Dalam rangka menghormati pemeluk agama Kristen (Protestan) dan Katholik dalam merayakan hari Natal, hendaknya Ummat Islam dapat tetap memelihara aqidah/ajaran agama Islam, dengan menghindari dari perbuatan-perbuatan/ tindakan-tindakan yang bertentangan dengan aqidah/ajaran agama Islam.
3. Ummat Islam tidak dapat dibenarkan mengikuti peringatan hari Natal,atau ikut serta dalam pelaksanaannya sepanjang didalamnya ada unsur peribadatan seperi pujian/nyanyian/paduan suara, do’a, pembacaan Al-kitab, Khotbah/renungan, dan lain-lain.
Ummat Islam hendaknya dapat memelihara dan membantu terwujudnya Progam Pemerintah mengenai ”tiga kerukunan Ummat beragama” yakni kerukunan intern ummat beragama, kerukunan antar ummat beragama, dan kerukunan antara ummat beragama dengan Pemerintah, dengan tetap memelihara aqidah/ajaran agama
Islam.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan bersama dan untuk memurnikan pelaksanaan kerukunan ummat beragama serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, kami ingatkan akan pesan/petunjuk Nabi Muhammad SAW, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, sebagai berikut:
Semoga Allah SWT, senantiasa memelihara keimanan kita dan memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita bersama.
Amien
Disusun, dinukil dan sedikit datambahin melem-malem oleh : Ryn Oedin
Publikasi : www.rynoedin.blogspot.com
Islam.
Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan bersama dan untuk memurnikan pelaksanaan kerukunan ummat beragama serta memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, kami ingatkan akan pesan/petunjuk Nabi Muhammad SAW, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, sebagai berikut:
”Bergaullah dengan segala manusia dengan budi pekerti
yang baik walaupun dengan orang kafir, pasti engkau masuk (surga) bersama
orang-orang yang baik”.
”Bergaullah dengan segala manusia, tapi agamamu
jangan dirusakkan.”
Semoga Allah SWT, senantiasa memelihara keimanan kita dan memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita bersama.
Amien
Disusun, dinukil dan sedikit datambahin melem-malem oleh : Ryn Oedin
Publikasi : www.rynoedin.blogspot.com
Posting Komentar untuk "Fatwa Seputar Mengucapkan Selamat Hari Natal ( Ulama Saudi dan MUI )"
Posting Komentar